Surabaya dan Ragam Budayanya
Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan yang sarat sejarah, kuliner pesisir yang menggugah selera, hingga modernitas yang berkembang pesat. Namun, di balik hiruk pikuknya, kota ini juga menyimpan tradisi unik yang diwariskan turun-temurun.
Salah satunya adalah Gulat Okol, tradisi masyarakat di kawasan Surabaya Barat (khususnya Kecamatan Sambikerep dan sekitarnya).
Bagi warga setempat, Gulat Okol bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari identitas budaya yang terus dijaga hingga kini.
Asal Usul Gulat Okol
Gulat Okol berakar dari aktivitas petani dan penggembala yang sedang beristirahat di sawah atau ladang.
Sambil menunggu ternak mereka mencari makan, warga mengisi waktu dengan bergulat di atas tumpukan jerami atau rumput kering.
Pada masa itu, gulat dilakukan tanpa ada pemenang atau pecundang. Filosofinya sederhana: membangun rasa persaudaraan, solidaritas, dan semangat gotong royong.
Dari sinilah Gulat Okol berkembang menjadi tradisi yang melekat dalam keseharian masyarakat pedesaan Surabaya Barat.
Gulat Okol dalam Acara Sedekah Bumi
Kini, Gulat Okol bukan hanya sekadar permainan rakyat. Tradisi ini menjadi bagian dari ritual Sedekah Bumi, acara adat yang diadakan setahun sekali antara September–Oktober.
Ciri khas Gulat Okol dalam Sedekah Bumi:
- Bisa diikuti semua kalangan, baik pria maupun wanita, tua maupun muda.
- Penonton bahkan boleh ikut mencoba dengan pengawasan wasit.
- Arena dibuat lebih teratur, berupa ring bambu dengan alas jerami untuk menjaga keselamatan peserta.
Perubahan ini membuat Gulat Okol tetap lestari, sekaligus menarik perhatian wisatawan yang ingin menyaksikan tradisi rakyat khas Surabaya.
Aturan dalam Gulat Okol
Meski tampak sederhana, Gulat Okol punya aturan yang harus ditaati:
- Peserta satu gender – laki-laki melawan laki-laki, perempuan melawan perempuan.
- Wajib memakai udeng (ikat kepala) dan selendang yang dililitkan ke tubuh.
- Tidak boleh memegang langsung tubuh lawan. Peserta hanya boleh menjatuhkan lawan dengan menarik atau mengoyak selendang.
- Kuku harus dipotong pendek demi keamanan.
- Pertandingan diiringi dengan musik Gending Becek, yang menambah semangat sekaligus meriahkan suasana.
Filosofi dan Makna Gulat Okol
Tradisi ini bukan hanya adu fisik, tapi juga penuh simbol:
- Selendang: melambangkan ikatan persaudaraan antarwarga.
- Jerami sebagai arena: melambangkan berkah bumi yang disyukuri lewat Sedekah Bumi.
- Aturan tanpa kekerasan berlebihan: menegaskan bahwa tujuan utama adalah kebersamaan, bukan permusuhan.
Dengan filosofi tersebut, Gulat Okol menjadi sarana memperkuat hubungan sosial sekaligus menjaga kearifan lokal.
Gulat Okol di Era Modern
Meski zaman terus berubah, Gulat Okol masih tetap dipertahankan. Tradisi ini kini juga berfungsi sebagai daya tarik wisata budaya di Surabaya Barat.
Banyak event digelar untuk memperkenalkan Gulat Okol kepada masyarakat luas, termasuk wisatawan mancanegara.
Keberadaan Gulat Okol membuktikan bahwa budaya lokal bisa hidup berdampingan dengan modernitas.
Tradisi ini menjadi warisan leluhur yang tidak hanya dilestarikan, tetapi juga terus dikembangkan agar relevan di era sekarang.
Gulat Okol adalah tradisi khas Surabaya Barat yang unik dan sarat makna. Berawal dari permainan rakyat di sawah, kini ia menjadi bagian dari ritual adat Sedekah Bumi sekaligus simbol kebersamaan masyarakat.
Dengan filosofi yang mengajarkan persaudaraan, solidaritas, dan kebersamaan, Gulat Okol layak disebut sebagai warisan budaya tak benda yang perlu dijaga dan dikenalkan lebih luas, baik untuk generasi muda maupun wisatawan.